• By Admin
  • March 18, 2025

FOMO Boleh, Norak Jangan~

Viral memang sering dianggap sebagai sesuatu yang menarik dan bisa mendatangkan popularitas, tapi kenyataannya, keviralan tidak selalu membawa dampak positif. Kadang, efeknya justru merusak, terutama pada budaya sosial kita. Tanpa kita sadari, fenomena viral bisa mengubah sesuatu yang awalnya sederhana dan menyenangkan menjadi sumber masalah. Contoh-contoh yang ada sudah cukup banyak, dan seringkali justru memperburuk keadaan.

 

Ambil contoh taman bunga yang sebelumnya indah dan asri, menjadi rusak dan tercemar setelah viral di media sosial. Bukit yang dulunya tenang dan damai, kini berubah menjadi penuh kemacetan dan kebisingan begitu lokasinya muncul di FYP. Keindahan alam yang seharusnya dinikmati dengan tenang justru terganggu oleh kerumunan orang yang datang hanya karena ingin mendapatkan momen viral di media sosial.

 

Fenomena serupa tapi tak sama baru terjadi. Yang satu ini lebih suram. Kisah tragis penjual gorengan menjadi panjang dan suram karena viral.

 

Kisah Penjual Gorengan yang Malang

Masih inget kisah gadis penjual gorengan keliling yang ditemukan tak bernyawa di Padang Pariaman, Sumatera Barat? Kasus ini sempat viral pada September lalu. Gadis itu berinisial NKS (18). Ia ditemukan tewas terkubur tanpa busana di atas bukit.

Penemuan mayat korban membuat heboh lalu viral. Polisi pun melakukan penyidikan dan berhasil membekuk tiga tersangka. Dari keterangan pelaku, pembunuhan ini bermula dari niat salah satu tersangka untuk memerkosa korban saat sedang membeli gorengannya.

Usai membeli gorengan pelaku mengikuti dan menghadang korban di salah satu tempat. Korban disekap, mulutnya ditutup, dibawa ke atas bukit, dan terjadilah aksi bejat oleh tersangka. Korban kehabisan napas dan tewas. Tersangka lalu menguburkan korban di atas bukit.

 

Kasus ini Viral, Publik Mengenang Korban

Kasus terbunuhnya NKS menyita perhatian publik. Asril, ayah korban, menyebut putrinya sejak Sekolah Menengah Pertama sudah gigih berjualan. Ia menjajakan gorengannya selepas pulang sekolah dengan berjalan kaki keliling desa.

Uang hasil jualannya ditabung demi bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Asril mengaku sempat melarang anaknya untuk berdagang. Ia berjanji pada anaknya untuk berusaha membiayai sekolah putrinya. Namun NKS tetap kukuh berjualan.

Kisah tersebut viral. Warganet bergantian mengucap belasungkawa. Banyak di antara mereka kagum dengan kegigihan NKS semasa hidup. Siapa sangka belasungkawa tersebut tak hanya berhenti di media sosial, melainkan berlanjut ke dunia nyata. Secara bergantian, warganet berkunjung ke rumah korban dan ke makam.

Kabar tersebut tersebar di dunia maya. Kunjungan menjadi semakin banyak. Banyak pula yang membuat konten soal NKS dan keluarga di TikTok. Kabar ini membuat sejumlah media meliput rumah duka dan makam korban. Lingkungan sekitar pun terkena dampaknya. Pedagang es di sekitar rumah korban laris karena sering ada kunjungan.

 

Dicibir dan Dikomersialisasi

Antusiasme warganet untuk berkunjung dan membuat konten berujung pada sebuah fenomena tak terduga. Ada sejumlah warganet yang tak senang dengan fenomena ini. Mereka heran mengapa kematian NKS begitu dirayakan. Bahkan ada yang sampai menyindir fans korban, mempertanyakan, menganggap mereka berlebihan, menyamakan korban seperti pahlawan.

Komentar semacam itu tak hanya satu dua, namun banyak jumlahnya. Lalu, ada pula yang membicarakan makam korban yang penuh dengan bunga, menyamakan seperti topping martabak. Ada pula yang bercanda bilang dia sedang menunggu video korban bangkit dari kubur. Komentar yang sungguh tidak beretika.

Viralnya topik seputar NKS ternyata menarik minat insan perfilman. Di media sosial, muncul satu poster info casting untuk mereka yang berminat menjadi NKS. Kisah NKS bahkan ada yang sampai mau mengomersialisasi menjadi film. Kejadian yang mirip dengan kisah tragis Vina Cirebon yang diangkat ke layar lebar oleh PH Dee Company berjudul “Vina: Sebelum Tujuh Hari”.

 

FOMO yang Kebablasan

Ada orang meninggal karena dibunuh, kematiannya kemudian jadi konten, kontennya dikomentari yang tidak-tidak, korbannya dicibir, hingga ada yang berniat mengomersialisasikan kisah tragisnya menjadi film. Pada saat kita melihat fenomena semacam ini, ada perasaan aneh yang muncul, bukan? 

Rasanya seperti ada yang hilang dari kita sebagai manusia. Apa yang terjadi dengan rasa empati dan penghormatan terhadap sesama? Mereka lupa bahwa di balik setiap kematian ada keluarga yang berduka. 

Lebih mengejutkan lagi adalah bagaimana tragedi ini bisa berubah jadi sesuatu dikomodifikasi tanpa rasa malu, seolah-olah tragedi tersebut hanyalah bahan untuk hiburan dan menjualnya sebagai "kisah inspiratif" atau "drama nyata".

 

FOMO Boleh, Jahat Jangan

Karena FOMO sama sesuatu yang viral warganet sering kali hilang kendali. Mereka terlalu terbawa suasana dan tidak sadar bahwa apa yang telah dilakukan sudah melampaui batas. Kita harus mulai belajar untuk mengontrol diri. Menyadari bahwa nggak semua hal yang viral itu perlu untuk diikuti, dan nggak semua opini orang lain harus kita komentari, adalah langkah pertama menuju keseimbangan yang lebih sehat dalam berinteraksi dengan dunia maya. 

Kita perlu memberi ruang bagi diri sendiri untuk berhenti sejenak—tanpa merasa tertinggal. Mengontrol diri itu penting, agar kita nggak terjebak dalam kebiasaan yang justru merugikan kita sendiri. 

Keviralan telah membawa orang masuk ke kubangan “histeria massa”. Awalnya FOMO sama kisah NKS, lama-lama jadi kelewat batas. Nggak semua viral mesti kita rayakan. Ingat pepatah Jawa “Ojo Gumunan”. Jangan gampang heran. Biasa aja. Secukupnya. Sewajarnya.